Sebuah Cerita dari Desa Tertinggal

Ada sebuah desa kecil, yang mayoritas penduduknya adalah buruh perkebunan. Angka kemiskinan di desa tersebut cukuplah tinggi, termasuk janda-janda tua. Tinggalah seorang janda tua yg hidup seorang diri, kehidupan kesehariannya hanyalah menunggu uluran tangan orang-orang sekitarnya. Dia tinggal di sebuah gubuk kecil yang tak layak huni tanpa MCK. untuk keseharian dia mandi ikut menumpang di sebuah kamar mandi milik tetangganya yang tak jauh dari tempat dia tinggal.

Setiap bulannya ada saja sumbangan dari dermawan-dermawan yang tinggal di kota, membagikan sejumlah uang kepada penduduk desa tersebut. Janda tua tersebut pun termasuk penerima sumbangan tersebut. walau hidupnya pas-pasan dia mencoba menyisihkan beberapa uangnya untuk ditabungkan.

Suatu hari janda tersebut membuka tabungannya dan didapat uang hingga Rp.700ribu. Janda tersebut bingung mau digunakan apa uang tersebut, akhirnya setelah berfikir panjang, uang tersebut d belikan emas, akan tetapi atas saran dari tetangganya dia gunakan uang tersebut untuk dibelikan kambing, dan di urus oleh tetangganya, berharap bisa bertambah jumlahnya. Akan tetapi kambing tersebut dijual oleh tetangganya, dengan alasan untuk dipinjam membuat Surat Ijin Mengemudi (SIM).

Entah berapa lama tetangga tersebut tak kunjung mengembalikan uang tersebut,  hingga suatu ketika Istri sang peminjam meninggal dunia, sang janda pun akhirnya mencoba menanyakan kepada sang suaminya. dan dijawab bahwa nanti diurus setelah beberapa hari kedepan. dan akhirnya suatu ketika sang suami tersebut mendatangi janda tua tersebut, dan menjawab pertanyaan janda tua tersebut dengan kata- kata “jadi begini nek, saya gak bisa membayar uang yang 700ribu tersebut, tapi coba nenek hitung berapakali nenek menggunakan kamar mandi dirumah saya, untuk 1x pemakaian dianggap Rp.1.000,- jadi nenek masih hutang ke saya sisanya. bagaimana nek?”
sang nenek pun terbelalak bingung diam tak bisa menjawab apa-apa. hanya bisa tertunduk lesu……

Bintang

Bintang, entah berjuta nan bertaburan di atap dunia ini. Malam adalah ayah bagi mereka, bulan bagaikan ibu dari anak-anak bintang. Kilau cahaya nan menghiasi sang keluarga malam, sungguh hanyalah KuasaNya kerukunan keluarga malam tercipta. Cerahnya suasana malam ini begitu meneduhkan hati, pemandangan yang tak terukirkan dengan nilai manusia yang enggan mempedulikan mereka. Tak sadarkan diri manusia yang selalu mengagungkan dirinya terhadap kecintaan duniawi.

Jika ku mampu untuk menghitung mereka yang telah hadir menemani malam dan sang bulan, akankah aq mampu? Tidak, aku tak sanggup tuk menghadirkan mereka dalam ilmu matematika manusiaku. Entah hadir mereka sungguh bermakna dalam malamku saat ini. Hati ini riuh ceria memandang keindahan mereka, aku bangga dapat menikmati kilauan cahayanya yang memperindah langit duniaku.

Nampak sebuah dari sekumpulan mereka yang menarik hatiku, indah menyendiri, jauh dari kawanan mereka. Bintang itu sendiri, menyepi, terpisah dari saudaranya. Entah mengapa ia terus menarik hatiku, sinarnya yang nampak mencoba mengisi ruang yang lebih luas dari kawanan lainnya, mencoba tuk terangi malam walau sendiri dia tetap menjalankan tugasnya menyinari langit malam.

Entah tersadar diri memandang sang bintang penyendiri itu hingga tak lagi kupandang dirinya. Kemanakah ia pergi? apakah ia mencoba berkumpul dengan saudara-saudaranya? ataukah ia lelah menyinari lingkaran tanggung jawabnya? Ku tajamkan pandanganku ke arah dimana diri ini sempat terperangah akan kemandiriannya sang satu bintang penyendiri. Ribuan kali ku coba tuk mencari dimana bintang itu berdiri dengan setia.

Bintang penyendiri kemanakah dirimu? aku butuh dirimu tuk temani aku malam ini. Tunjukan dirimu wahai ksatria cahaya nan gagah berani. Hati ini resah harap menatap kedewasaanmu dalam kesendirianmu. Kau telah pergi, tapi apakah saudaramu tak merasa kehilangan? Tak kulihat mereka mencarimu, saudara-saudaramu sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing tuk menghiasi langit malam ini.

Wahai bintang ksatria penyendiri, kembalilah, hadirkanlah sinarmu nan mempesonakan aku malam ini, jangan kau tinggalkan diri ini sendiri. Aku disini rindukanmu, merindukan sinar cahayamu yang menjadi inspirasi hati ini, jiwa ini. Walau mereka tak hiraukan dirimu, aku disini akan tetap merindukamu dan mengenangmu wahai bintang ksatria penyendiri.

fht/01.44/031109

Tercipta Untukku

entah manisnya dan pahitnya tuk ku
rasakan sesak tuk rasakan keduanya
pilukan sang hati terhempas

diam, diam lelah tuk diam
arah mana ku pijakan langkah
terisakkan kalbu pekat

yach kau dan kau
berikan nur asa fikir
kecapkan luka nan letih

tak inginku seperti ini
tak inginku sesak ini
entah kemana aku ini

aku adalah aku
bukan aku adalah kau
atau kau adalah aku

kemanakah angin terhembus
menuju mana air mengalir
ku tak tahu jika tetap ini

maaf diri terlalu
entah cinta atau benci
akan dirimu atau diriku

ini tercipta untukku
tak akan habis karena
ini memang tercipta untukku

fht, 1999 – sekarang rasakan semua ini